Dari Keteladanan Menuju Keunggulan: Kepemimpinan Kepala Madrasah Masa Kini
Oleh: Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I
Pagi itu, lonceng madrasah belum berbunyi. Udara masih menyimpan sisa embun, dan halaman sekolah tampak lengang. Seorang kepala madrasah sudah berdiri di depan gerbang, menyapa satu per satu guru yang datang. Tidak ada pidato, tidak ada instruksi Panjang hanya senyum, salam, dan keteladanan yang diam-diam berbicara. Dari hal sederhana inilah kepemimpinan sejati sering kali bermula.
Madrasah bukan sekadar bangunan tempat transfer ilmu. Ia adalah ruang pembentukan karakter, rumah nilai, dan ladang pengabdian. Di dalamnya, kepala madrasah memegang peran sentral sebagai penentu arah, sekaligus penggerak perubahan. Kepemimpinan kepala madrasah masa kini tidak lagi cukup bertumpu pada kewenangan formal, melainkan harus hidup dalam keteladanan yang konsisten.
Keteladanan adalah bahasa paling jujur dalam dunia pendidikan. Ketika kepala madrasah datang tepat waktu, guru belajar makna disiplin tanpa harus diingatkan. Ketika ia mendengarkan dengan empati, tenaga kependidikan merasa dihargai. Ketika ia mengambil keputusan dengan adil, kepercayaan tumbuh perlahan namun kuat. Di situlah kepemimpinan bekerja sunyi, tetapi berdampak panjang.
Di tengah tuntutan administrasi yang menumpuk, laporan yang tak pernah usai, dan tekanan capaian mutu, kepala madrasah sering berada pada posisi yang tidak mudah. Ia dituntut tegas namun tetap mengayomi, visioner namun membumi, profesional namun tetap berjiwa pendidik. Tidak jarang, pengabdian itu berjalan dalam kesunyian, jauh dari sorotan, namun menentukan masa depan banyak anak bangsa.
Zaman telah berubah. Madrasah hari ini berada di persimpangan antara tradisi dan modernitas. Digitalisasi pembelajaran, perubahan kurikulum, serta dinamika sosial menuntut kepala madrasah untuk adaptif dan inovatif. Namun di tengah arus perubahan itu, nilai-nilai Islam harus tetap menjadi jangkar. Kepemimpinan kepala madrasah masa kini adalah seni menjaga keseimbangan antara kemajuan dan akhlak, antara teknologi dan kemanusiaan.
Keunggulan madrasah tidak lahir dari kebijakan yang keras, melainkan dari budaya yang tumbuh. Budaya kerja yang saling percaya, budaya belajar yang hidup, dan budaya melayani yang tulus. Kepala madrasah yang mampu menumbuhkan budaya tersebut adalah pemimpin yang memahami bahwa manusia bukan sekadar sumber daya, tetapi amanah. Guru bukan alat produksi, melainkan mitra perjuangan.
Dalam suasana kerja yang sehat, guru akan mengajar bukan karena kewajiban, tetapi karena panggilan hati. Peserta didik akan belajar bukan karena takut, tetapi karena merasa aman dan dihargai. Semua itu berawal dari cara seorang kepala madrasah memperlakukan warganya dengan hormat, ketulusan, dan keteguhan nilai.
Kepemimpinan yang kuat juga tampak dari keberanian mengambil keputusan sulit. Tidak semua langkah populer, tidak semua kebijakan disambut tepuk tangan. Namun kepala madrasah yang berintegritas akan berdiri pada prinsip, bukan pada kenyamanan sesaat. Ia memilih jalan sunyi demi kemaslahatan jangka panjang. Dalam diam, ia memikul tanggung jawab besar atas masa depan lembaga dan generasi yang dititipkan kepadanya.
Lebih dari itu, kepala madrasah masa kini dituntut menjadi teladan dalam belajar. Ia tidak berhenti membaca, tidak lelah berdiskusi, dan tidak gengsi menerima masukan. Kepemimpinan yang belajar akan melahirkan madrasah yang terus tumbuh. Di sinilah keunggulan bukan sekadar slogan, tetapi proses berkelanjutan.
Madrasah unggul bukan hanya tentang prestasi lomba atau nilai ujian. Ia tercermin dari suasana religius yang menenangkan, hubungan yang harmonis, serta lulusan yang berilmu dan berakhlak. Kepala madrasah yang memahami makna ini akan menempatkan pendidikan karakter sejajar dengan pencapaian akademik. Baginya, keberhasilan sejati adalah ketika peserta didik tumbuh menjadi manusia yang utuh.
Peran sosial kepala madrasah pun semakin penting. Madrasah bukan menara gading yang terpisah dari masyarakat. Ia hidup di tengah realitas sosial, menjadi pusat pencerahan dan perekat umat. Kepala madrasah yang bijak akan membangun komunikasi yang baik dengan wali murid, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Dari sinilah madrasah memperoleh dukungan dan kepercayaan publik.
Dalam setiap langkah kepemimpinannya, kepala madrasah sesungguhnya sedang menanam jejak. Jejak nilai, jejak keteladanan, dan jejak pengabdian. Mungkin tidak semua jejak itu terlihat hari ini, tetapi kelak akan tumbuh dalam sikap guru, karakter peserta didik, dan budaya lembaga yang mengakar kuat.
Dari keteladanan menuju keunggulan bukanlah perjalanan singkat. Ia menuntut kesabaran, keikhlasan, dan konsistensi. Namun di sanalah makna kepemimpinan kepala madrasah sesungguhnya ditemukan memimpin dengan hati, menggerakkan dengan teladan, dan mengabdi untuk masa depan.
Pada akhirnya, kepemimpinan kepala madrasah masa kini adalah tentang keberanian menjadi contoh, bukan sekadar pengarah. Tentang kesediaan melayani, bukan dilayani. Dari keteladanan yang tulus itulah madrasah melangkah menuju keunggulan bukan hanya unggul dalam prestasi, tetapi unggul dalam nilai dan kemanusiaan
Bulletin Paramadina News-Edisi Desember 2025 MI NU Unggulan Paramadina
Penulis: Lasdi, S.Ag., M.Pd.I., Gr
Kepala MI NU Unggulan paramadina
(Mahasiswa Program Doktor Unwahas-Konsultan Pendidikan dan Pemerhati Pendidikan )
Peran Strategis Waka Kurikulum dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di balik kelas-kelas yang berjalan tertib, pembelajaran yang terencana, serta evaluasi yang teruk...
Selengkapnya
Pendidikan Anak Inklusi: Merangkul Perbedaan, Menumbuhkan Harapan Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah ruang kelas yang sederhana, anak-anak duduk berdampingan dengan latar belakang dan kemampuan...
Selengkapnya
Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Membuat Guru Nyaman dan Berkinerja Optimal Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah madrasah yang hidup, suasana kerja bukan hanya ditentukan oleh kurikulum at...
Selengkapnya