Beranda Pengumuman Login Berita FAQ
MI-NU-UP

MI NU UNGGULAN PARAMADINA

"Mewujudkan Pendidikan Yang Unggul, Berprestasi, Menguasai Iptek Dan Berakhlakul Karimah"

MI NU Unggulan Paramadina

Menciptakan Suasana Madrasah Yang Islami dan Mengamalkan Ajaran Ahlusunnah Waljama'ah

MI NU Unggulan Paramadina

Menyelenggarakan Pembelajaran Yang Aktif, Kreatif, Inovatif, dan Berwawasan Teknologi

MI NU Unggulan Paramadina

Menciptakan Madrasah Sebagai Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan Serta Peningkatan Akhlakul Karimah

MI NU Unggulan Paramadina

Menjadikan Al-Qur'an Menjadi Kajian Dan Hafalan Peserta Didik

MI NU Unggulan Paramadina

Membangun Citra Madrasah Sebagai Mitra Terpercaya Masyarakat

Mengajar dengan Hati, Membangun Negeri: Refleksi di Hari Guru

Admin MI NU Unggulan Paramadina 1 month ago 123 views
Artikel Mengajar dengan Hati, Membangun Negeri: Refleksi di Hari Guru



Mengajar dengan Hati, Membangun Negeri: Refleksi di Hari Guru

Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr

Setiap tahun, tanggal 25 November selalu membawa suasana haru ke sekolah-sekolah di seluruh penjuru negeri. Hari Guru Nasional bukan sekadar momentum perayaan, tetapi ruang bagi bangsa untuk berkaca: sejauh mana kita menghargai para pendidik yang selama ini menjadi pondasi utama dalam membangun masa depan Indonesia.

Di tengah banyaknya tantangan pendidikan, dari perubahan kurikulum hingga tuntutan digitalisasi, para guru tetap menjadi garda terdepan. Mereka bukan hanya menyampaikan pelajaran, tetapi membentuk karakter, memupuk mimpi, dan menanamkan nilai kehidupan kepada setiap anak yang duduk di bangku kelas. Di sinilah makna tema ini “Mengajar dengan Hati, Membangun Negeri” menemukan relevansinya.

Mengajar dengan hati bukan sekadar slogan. Bagi banyak guru, terutama mereka yang mengabdi di sekolah swasta dan pinggiran kota, mengajar adalah napas pengabdian. Meski keterbatasan fasilitas membayangi, meski kesejahteraan belum seimbang, mereka tetap mengajar dengan senyum, dengan sabar, dan dengan tekad untuk tidak menyerah.

“Setiap anak punya harapan, dan tugas kami adalah memastikan harapan itu tidak padam,” ujar seorang guru dengan suara bergetar saat ditemui di sebuah madrasah swasta. Kalimat sederhana yang mencerminkan betapa tulusnya seorang guru dalam membangun masa depan bangsa.

Guru: Lebih dari Sekadar Pendidik

Dalam realitas yang sering kali keras, guru tidak hanya bertugas sebagai penyampai materi pelajaran. Mereka menjadi orang tua kedua, konselor, sahabat, sekaligus teladan bagi anak-anak. Ketika siswa datang dengan wajah murung, mereka adalah orang pertama yang menyadari. Ketika siswa kehilangan motivasi, merekalah yang berusaha menyalakan kembali semangat itu.

Di banyak sekolah, terutama di daerah, guru bahkan menjalankan peran di luar tugas formal: membersihkan kelas, memperbaiki meja, mendampingi murid yang sakit, hingga membantu anak-anak yang kekurangan biaya sekolah. Semua dilakukan tanpa keluh, karena mengajar bagi mereka adalah ladang amal yang tak ternilai.

“Anak-anak adalah amanah,” kata seorang guru senior. “Kami tidak hanya mengajar matematika dan bahasa Indonesia, tetapi memberi contoh bagaimana menjadi manusia yang berakhlak.”

Maka tidak berlebihan jika guru sering disebut sebagai arsitek peradaban. Dari tangan mereka, lahir calon dokter, pemimpin, teknisi, wirausahawan, bahkan guru-guru baru yang kelak meneruskan obor pengabdian ini.

Mengajar dengan Hati di Tengah Keterbatasan

Tidak semua guru menikmati fasilitas memadai. Banyak yang mengajar di ruang kelas sempit, papan tulis kusam, meja kursi yang tak lagi kokoh, atau tanpa proyektor dan perangkat teknologi. Namun keterbatasan tidak pernah mematikan semangat mereka.

Di sebuah madrasah swasta kecil, seorang guru tetap semangat mengajar dengan media seadanya. Ia menggambar diagram dengan tangan, menuliskan materi satu per satu, dan melibatkan siswa dalam diskusi sederhana. “Yang penting anak-anak paham, fasilitas bukan alasan,” ujarnya sambil tersenyum.

Kalimat itu tampak sederhana, tetapi di baliknya tersimpan kekuatan jiwa yang besar. Mengajar dengan hati memang tidak membutuhkan kemewahan, tetapi membutuhkan dedikasi dan ketulusan yang lahir dari panggilan batin.

Sayangnya, penghargaan terhadap guru belum selalu sepadan dengan pengorbanan mereka. Banyak yang harus berjuang dengan honor rendah, tuntutan administrasi yang tinggi, hingga beban kerja yang terus meningkat. Namun semangat mereka tidak padam. Bagi mereka, mengajar adalah ibadah, pelayanan, dan pengabdian.

Membangun Negeri Dimulai dari Ruang Kelas

Indonesia adalah negara besar dengan cita-cita besar. Namun pembangunan tidak hanya dilakukan melalui infrastruktur, kebijakan, atau teknologi. Pembangunan terbesar justru dimulai dari ruang kelas.

Di ruang itulah masa depan bangsa terbentuk: anak-anak belajar disiplin, bekerja keras, menghargai perbedaan, serta menjunjung kejujuran. Nilai-nilai ini tidak mungkin lahir tanpa sentuhan hati seorang guru.

Seorang guru matematika di Jepara mengatakan, “Kami tidak hanya mengajarkan rumus, tetapi juga mengajarkan anak-anak untuk berpikir logis, memecahkan masalah, dan tidak mudah menyerah.

Begitulah guru bekerja: membangun karakter melalui pelajaran sederhana.

Jika setiap guru mengajar dengan hati, maka negeri ini akan tumbuh dengan akar moral yang kuat. Dan Indonesia yang kuat tidak mungkin tercipta tanpa guru yang kuat, guru yang sejahtera, dan guru yang dihargai.

Refleksi Hari Guru: Sudahkah Kita Menghormati Mereka dengan Layak?

Setiap Hari Guru Nasional, ucapan selamat dan bunga diberikan dengan penuh antusias. Video ucapan, pementasan siswa, hingga potong tumpeng menghiasi banyak sekolah. Namun refleksi sejati bukan terletak pada seremonial itu, melainkan pada pertanyaan mendasar:

Sudahkah bangsa ini menghargai gurunya sebagaimana mestinya?

Sebab menghargai guru bukan hanya soal upacara.

Bukan hanya soal spanduk dan slogan.

Bukan hanya soal puisi dan ucapan terima kasih.

Menghargai guru berarti memastikan mereka mendapat:

• Hak atas kesejahteraan

• Kesempatan untuk meningkatkan kompetensi

• Penghargaan moral dan sosial

• Lingkungan kerja yang layak

• Dukungan nyata dari pemerintah dan masyarakat

Banyak guru yang masih berjuang dalam hidup mereka sendiri di balik senyum saat mengajar. Ada yang honorarium tidak mencukupi kebutuhan hidup, ada yang menunggu sertifikasi bertahun-tahun, ada yang bekerja rangkap pekerjaan demi keluarga. Namun mereka tetap berdiri tegak setiap pagi di depan kelas, membawa harapan bagi murid-murid mereka.

Guru yang Mengajar dari Hati Akan Membentuk Generasi yang Berarti

Sejak dahulu, guru dikenal sebagai sosok yang membentuk karakter bangsa. Mereka adalah pelita dalam gelap, penuntun ketika jalan buntu, dan penguat ketika semangat mulai redup. Satu kalimat dari guru bisa mengubah masa depan seorang anak. Satu senyuman dari guru bisa menyalakan kembali harapan yang hampir padam.

Begitu besar peran guru, begitu dalam dampaknya. Karenanya, bangsa yang ingin maju harus memuliakan gurunya. Bukan hanya dalam seremoni setiap 25 November, tetapi dalam kebijakan yang berkelanjutan sepanjang tahun.

“Selama masih bisa berdiri, saya akan mengajar,” kata seorang guru yang sudah mendekati masa pensiun. “Karena di kelas, saya merasa hidup. Di sana saya membangun masa depan.”

 Terima Kasih Guru, Pelita Pengabdian yang Tak Pernah Padam

Di Hari Guru Nasional ini, mari kita kembali mengingat jasa-jasa mereka yang telah mengukir masa depan kita. Mereka yang mengajar tanpa pamrih, yang menginspirasi, yang marah demi kebaikan, yang tersenyum meski lelah, dan yang selalu percaya bahwa setiap anak punya potensi untuk bersinar.

Mengajar dengan hati bukan hanya tugas, tetapi panggilan jiwa. Dan membangun negeri bukan hanya mimpi, tetapi kerja keras yang dimulai dari ruang kelas kecil dengan papan tulis yang kadang retak.

Terima kasih guru.

Atas dedikasi yang tak pernah padam.

Atas kesabaran yang tak terhitung.

Atas cinta yang selalu mengalir dari hati.

Semoga bangsa ini semakin bijak menghargai mereka. Sebab pendidikan Indonesia hanya akan kuat jika gurunya dimuliakan, dihargai, dan didukung sepenuh hati.

Bulletin Paramadina News-Edisi November 2025 MI NU Unggulan Paramadina


Penulis: Lasdi, S.Ag., M.Pd.I., Gr

Kepala MI NU Unggulan paramadina

(Mahasiswa Program Doktor Unwahas-Konsultan Pendidikan dan Pemerhati Pendidikan )



Informasi

Berita Terkait

Peran Strategis Waka Kurikulum dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Artikel
12 hours ago 66

Peran Strategis Waka Kurikulum dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Peran Strategis Waka Kurikulum dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di balik kelas-kelas yang berjalan tertib, pembelajaran yang terencana, serta evaluasi yang teruk...

Selengkapnya
Pendidikan Anak Inklusi
Artikel
1 day ago 53

Pendidikan Anak Inklusi

Pendidikan Anak Inklusi: Merangkul Perbedaan, Menumbuhkan Harapan Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah ruang kelas yang sederhana, anak-anak duduk berdampingan dengan latar belakang dan kemampuan...

Selengkapnya
Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Membuat Guru Nyaman  dan Berkinerja Optimal
Artikel
2 days ago 103

Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Membuat Guru Nyaman dan Berkinerja Optimal

Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Membuat Guru Nyaman  dan Berkinerja Optimal Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah madrasah yang hidup, suasana kerja bukan hanya ditentukan oleh kurikulum at...

Selengkapnya