STOP BULLYING DI SEKOLAH
Saatnya Lingkungan Pendidikan Menjadi Ruang Aman untuk Semua
: Lasdi, S.Ag., M.Pd.I., Gr
Bullying di sekolah bukan lagi isu sepele. Di tengah pesatnya perkembangan dunia pendidikan, fenomena kekerasan fisik, verbal, maupun psikologis ini masih menjadi momok yang menghantui banyak siswa. Tak sedikit anak yang datang ke sekolah dengan senyum, namun menyimpan luka yang tak terlihat: rasa takut, cemas, rendah diri, hingga trauma jangka panjang.
Di berbagai daerah, termasuk sekolah-sekolah di Indonesia, bullying dapat muncul dalam berbagai bentuk. Mulai dari ejekan, pengucilan, ancaman, pemerasan, hingga kekerasan fisik. Bahkan, era digital memperluas ruang terjadinya perundungan melalui media sosial, grup chat, dan platform daring lainnya. Ini menunjukkan bahwa bullying tidak mengenal waktu, tempat, atau usia.
Sekolah sebagai institusi pendidikan sejatinya merupakan ruang aman, ruang tumbuh, dan ruang bahagia bagi anak. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagian siswa justru merasa tidak nyaman ketika berada di lingkungan sekolah. Dalam beberapa kasus, siswa yang menjadi korban memilih diam karena takut pembalasan atau merasa tidak ada yang peduli.
Lingkungan yang Diam adalah Lingkungan yang Mengizinkan
Salah satu faktor yang memperparah bullying adalah budaya diam. Ketika siswa, guru, atau lingkungan sekitar melihat bullying dan membiarkannya, maka secara tidak langsung tindakan itu dianggap wajar. Padahal, satu ejekan yang dibiarkan tumbuh bisa berubah menjadi kekerasan yang lebih besar.
Peran orang dewasa di sekolah sangat menentukan. Guru, kepala madrasah/sekolah, dan tenaga kependidikan mesti hadir sebagai pelindung, bukan sekadar pengamat. Tugas pendidikan bukan hanya mengajar, tetapi juga memastikan anak merasa aman secara fisik dan psikis.
Mengapa Bullying Terjadi?
Beberapa faktor umum penyebab terjadinya bullying antara lain:
1. Rendahnya empati dan kontrol emosi pelaku.
2. Lingkungan sosial yang permisif, membiarkan kekerasan kecil berkembang.
3. Kurangnya pengawasan di area rawan, seperti lorong, kantin, atau toilet.
4. Budaya senioritas, terutama di sekolah tertentu.
5. Tekanan kelompok, di mana siswa ikut-ikutan agar diterima.
6. Trauma atau pengalaman masa lalu pelaku, yang kemudian dilampiaskan pada orang lain.
Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan satu langkah saja. Diperlukan kerja sama seluruh pihak: sekolah, orang tua, dan siswa itu sendiri.
Cara Menghentikan Bullying Di Sekolah
Berikut langkah-langkah konkret dan dapat langsung diterapkan di lingkungan sekolah atau madrasah:
1. Menetapkan Kebijakan Anti-Bullying yang Tegas
Sekolah harus memiliki aturan tertulis yang jelas, lengkap dengan jenis pelanggaran dan konsekuensi. Kebijakan ini wajib disosialisasikan kepada siswa, guru, dan orang tua. Kebijakan yang tegas akan membuat siswa sadar bahwa bullying bukan sekadar kenakalan biasa, tetapi pelanggaran serius.
2. Membentuk Tim Satgas Stop Bullying
Tim ini terdiri dari guru BK, wali kelas, bagian kesiswaan, dan perwakilan siswa.
Tugas utamanya:
menerima laporan dari siswa secara aman
memberikan pendampingan
melakukan investigasi
menyusun rekomendasi tindak lanjut
Keberadaan satgas akan membuat korban merasa terlindungi dan berani berbicara.
3. Edukasi dan Literasi Empati
Guru perlu melakukan pembelajaran karakter, terutama tentang empati, toleransi, dan cara berkomunikasi yang positif.
Edukasi dapat dilakukan melalui:
materi pembiasaan pagi
khutbah Jumat atau kultum
pelajaran PPKn, agama, atau bimbingan konseling
poster-poster inspiratif di sekolah
Semakin tinggi empati siswa, semakin rendah potensi mereka menjadi pelaku bullying.
4. Membangun Budaya Sekolah yang Ramah Anak
Lingkungan sekolah harus menjadi tempat yang menenangkan, bukan menegangkan.
Kepala sekolah perlu mengarahkan seluruh warga sekolah untuk:
menyapa siswa dengan hangat
menciptakan kelas yang inklusif
menghargai perbedaan kemampuan atau latar belakang
menegur hal kecil yang berpotensi menjadi perundungan
Budaya positif akan menekan tindakan negatif.
5. Menyediakan Saluran Pelaporan yang Aman dan Rahasia
Siswa sering takut melapor karena khawatir dianggap pengadu atau akan dibalas pelaku.
Untuk itu, sekolah bisa menyediakan:
kotak pengaduan
hotline WA konseling
formulir online anonim
ruang konsultasi BK yang nyaman
Semakin mudah pelaporan, semakin cepat bullying ditangani.
6. Pendampingan Psikologis bagi Korban dan Pelaku
Korban membutuhkan pemulihan mental, sedangkan pelaku butuh edukasi dan pembinaan.
Pendekatan yang tepat:
konseling individual
konseling kelompok
komunikasi dengan orang tua
rekomendasi ahli psikologi jika diperlukan.
Tujuannya bukan menghukum sekeras-kerasnya, tetapi memutus siklus kekerasan.
7. Pengawasan Ketat di Area Rawan
Sekolah perlu memetakan titik-titik rawan bullying seperti:
toilet
lorong belakang
area parkir
tangga
halaman belakang
Pengawas atau guru piket harus ditempatkan pada jam-jam tertentu. Tindakan preventif jauh lebih efektif daripada menunggu masalah besar muncul.
8. Melibatkan Orang Tua Secara Aktif
Orang tua harus diberi pemahaman untuk:
mengenali tanda-tanda anak menjadi korban atau pelaku
membuka komunikasi yang hangat di rumah
bekerja sama dengan guru ketika ada kasus
Pendidikan karakter paling kuat justru dibangun sejak di rumah
9. Membangun Program “Teman Peduli”
Siswa dilatih menjadi agen positif yang membantu teman yang kesulitan.
Program ini:
mendorong siswa saling menjaga
menumbuhkan keberanian untuk membela yang lemah
menciptakan lingkungan pertemanan yang suportif
Ketika banyak siswa menjadi “penjaga”, bullying akan sulit berkembang.
10. Kampanye Rutin STOP BULLYING
Sekolah bisa melakukan kampanye melalui:
apel pagi
lomba poster
pentas seni anti-bullying
seminar parenting
short movie project
upacara khusus bertema anti-kekerasan
Kampanye membuat isu ini tetap hidup dan diingat semua warga sekolah.
Penutup
Menghentikan bullying bukan tugas seorang guru saja, bukan juga tanggung jawab korban atau pelaku semata. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh warga sekolah. Anak-anak berhak tumbuh di lingkungan yang aman, damai, dan menyenangkan. Ketika sekolah berkomitmen menciptakan budaya anti-bullying, maka bukan hanya korban yang terselamatkan, tetapi juga masa depan generasi bangsa yang lebih beradab.
Saatnya kita semua berkata lantang: STOP BULLYING DI SEKOLAH
Bulletin Paramadina News-Edisi Nopember 2025 MI NU Unggulan Paramadina
Penulis: Lasdi, S.Ag., M.Pd.I., Gr
Kepala MI NU Unggulan paramadina
(Mahasiswa Program Doktor Unwahas-Konsultan Pendidikan dan Pemerhati Pendidikan )
Peran Strategis Waka Kurikulum dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di balik kelas-kelas yang berjalan tertib, pembelajaran yang terencana, serta evaluasi yang teruk...
Selengkapnya
Pendidikan Anak Inklusi: Merangkul Perbedaan, Menumbuhkan Harapan Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah ruang kelas yang sederhana, anak-anak duduk berdampingan dengan latar belakang dan kemampuan...
Selengkapnya
Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Membuat Guru Nyaman dan Berkinerja Optimal Oleh Lasdi, S.Ag.,M.Pd.I.,Gr Di sebuah madrasah yang hidup, suasana kerja bukan hanya ditentukan oleh kurikulum at...
Selengkapnya